Dalam dunia properti, take over KPR menjadi salah satu solusi yang kerap dipilih oleh masyarakat yang ingin melanjutkan kepemilikan rumah dengan cara praktis.
Istilah ini merujuk pada proses pengalihan kredit pemilikan rumah (KPR) dari satu pihak ke pihak lain, baik antar individu maupun antar bank. Bagi banyak orang, opsi ini menawarkan kemudahan finansial serta fleksibilitas dalam mewujudkan impian memiliki rumah.
Secara sederhana, take over KPR adalah mekanisme melanjutkan pembayaran KPR yang sebelumnya dimiliki oleh orang lain.
Proses ini biasanya terjadi dalam konteks jual beli rumah atau ketika pemilik rumah memutuskan untuk memindahkan pinjaman KPR mereka ke bank lain demi mendapatkan suku bunga yang lebih rendah.
Ada beberapa alasan mengapa take over KPR menjadi pilihan menarik, di antaranya:
Namun, seperti KPR biasa, take over KPR juga memerlukan prosedur legal demi memastikan keamanan transaksi bagi kedua belah pihak.
Ada beberapa jenis take over KPR yang bisa dilakukan, tergantung kebutuhan dan kondisi pemilik maupun pembeli rumah:
Jenis ini melibatkan perpindahan pinjaman KPR dari satu bank ke bank lain. Biasanya dilakukan untuk mendapatkan bunga lebih rendah atau fasilitas kredit yang lebih menguntungkan. Proses ini mirip dengan pengajuan KPR baru, termasuk adanya biaya penalti pada bank lama serta biaya administrasi di bank baru.
Biaya: Termasuk penalti pelunasan awal di bank lama (biasanya 1-3% dari sisa hutang) dan biaya KPR baru seperti appraisal, notaris, dan asuransi.
Proses ini terjadi ketika pemilik rumah menjual properti mereka kepada pihak lain, dan pembeli melanjutkan cicilan KPR yang masih berjalan. Jenis ini melibatkan tiga pihak: penjual, pembeli, dan bank pemberi kredit. Prosedur resminya mencakup analisis kemampuan kredit pembeli hingga penerbitan dokumen seperti Akta Jual Beli (AJB) dan Surat Kuasa untuk Memberikan Hak Tanggungan (SKMHT).
Biaya: Memerlukan biaya penalti bank lama dan administrasi KPR baru. Fleksibilitas biaya dapat dinegosiasikan antara penjual dan pembeli.
Jenis ini dilakukan tanpa melibatkan pihak bank, hanya berdasarkan kesepakatan antara penjual dan pembeli. Meski biayanya lebih rendah, take over bawah tangan memiliki risiko tinggi, terutama dalam keabsahan sertifikat kepemilikan.
Biaya: Biaya utama adalah jasa notaris untuk membuat kesepakatan, tanpa melibatkan bank.
Proses take over KPR membutuhkan persiapan yang matang agar berjalan lancar dan efisien. Berikut adalah langkah-langkah penting yang perlu Anda ketahui:
Beberapa dokumen penting yang harus disiapkan meliputi:
Bandingkan penawaran dari berbagai bank untuk mendapatkan bunga dan fasilitas terbaik. Jika take over dilakukan kepada individu, pastikan pembeli memiliki kemampuan finansial yang memadai.
Bank atau pihak pembeli akan menilai nilai properti untuk menentukan apakah layak dijadikan jaminan.
Setelah memilih bank atau pihak pembeli, ajukan permohonan secara resmi dan lengkapi dokumen yang diminta.
Jika take over dilakukan ke individu, pastikan proses balik nama sertifikat dilakukan melalui notaris untuk menjaga legalitas transaksi.
Jika proses take over disetujui, bank baru akan melunasi pinjaman di bank lama. Setelah itu, cicilan beralih ke bank baru.
Melakukan take over KPR memiliki risiko yang perlu dipertimbangkan, di antaranya adalah sebagai berikut:
Untuk memastikan keamanan dalam proses take over KPR, perhatikan hal-hal berikut:
Take over KPR merupakan alternatif yang efisien bagi mereka yang ingin memiliki rumah dengan cara praktis. Namun, penting untuk memahami setiap prosedur dan biaya yang terlibat, serta memastikan semua proses dilakukan sesuai aturan hukum. Dengan perencanaan yang matang, take over KPR dapat menjadi solusi cerdas untuk mewujudkan rumah impian Anda.
Baca juga: Cara Menjual Rumah Ke Bank BRI