Jika Anda pernah membeli rumah, tanah, atau bangunan lainnya, mungkin Anda pernah mendengar istilah BPHTB. BPHTB adalah singkatan dari Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, yaitu pajak yang harus dibayarkan oleh seseorang atau badan usaha ketika memperoleh hak atas tanah atau bangunan.
Jika Anda masih bingung, Anda tidak perlu khawatir, karena artikel ini akan membahas secara detail tentang apa itu BPHTB, bagaimana cara menghitungnya, serta pentingnya pungutan ini dalam sistem perpajakan di Indonesia.
BPHTB adalah pajak yang dikenakan kepada pihak yang memperoleh hak atas tanah atau bangunan. Pungutan ini merupakan salah satu jenis pajak daerah yang dikelola oleh pemerintah kabupaten/kota. Artinya, hasil penerimaan pajak ini digunakan untuk pembangunan dan pengembangan wilayah setempat.
Pada dasarnya, BPHTB dikenakan ketika terjadi peralihan hak atas tanah atau bangunan. Contoh peristiwa yang memicu kewajiban membayar pungutan ini antara lain:
Dengan kata lain, setiap kali Anda "memperoleh" hak atas tanah atau bangunan melalui transaksi tertentu, Anda wajib membayar BPHTB.
Pajak ini diatur oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, yang menggantikan UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, serta didukung oleh peraturan daerah setempat.
Berdasarkan Pasal 37 UU Nomor 1 Tahun 2022, BPHTB didefinisikan sebagai pajak atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan. Tarif maksimumnya adalah 5%, sesuai Pasal 47 ayat (1), dan ditetapkan oleh peraturan daerah.
Subjek BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan, yang berarti pembeli atau penerima hak adalah pihak yang wajib membayar.
Hal ini dikonfirmasi oleh berbagai sumber yang menyatakan pembeli bertanggung jawab atas pembayaran BPHTB, sementara penjual mungkin dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) atas transaksi tersebut.
Namun, ada beberapa pengecualian, seperti:
Rumus Perhitungannya adalah sebagai berikut:
NPOPTKP Jakarta | : | Rp 250 juta. Untuk waris atau hibah wasiat bisa Rp 1 miliar. |
NPOPTKP Surabaya | : | Rp 75 juta. Untuk waris atau hibah wasiat bisa Rp 400 juta. |
Misalkan Anda membeli sebuah rumah senilai Rp 1 miliar di Surabaya dengan NPOPTKP sebesar Rp 75 juta dan tarif BPHTB sebesar 5%. Maka perhitungannya adalah sebagai berikut:
Jadi, Anda harus membayar BPHTB sebesar Rp 46.250.000.
Pembayaran BPHTB biasanya dilakukan ke Bapenda setempat, dan sudah banyak daerah menyediakan layanan secara online. Prosesnya melibatkan pendaftaran, pengisian formulir, dan upload dokumen seperti akta jual beli. Waktu validasi bisa 3-7 hari kerja, tergantung kebutuhan verifikasi lapangan.
Meskipun sering dianggap sebagai beban tambahan, BPHTB memiliki peran penting dalam pembangunan daerah, di antaranya adalah sebagai berikut:
Agar tidak mengalami masalah saat membayar BPHTB, berikut adalah beberapa tips yang bisa Anda ikuti:
BPHTB adalah pajak yang harus dibayarkan ketika seseorang atau badan usaha memperoleh hak atas tanah atau bangunan. Meskipun terkadang dianggap sebagai beban tambahan, pajak ini memiliki peran penting dalam mendukung pembangunan daerah. Dengan memahami cara menghitung BPHTB dan mengikuti tips yang telah disebutkan, Anda dapat memastikan bahwa transaksi properti Anda berjalan lancar tanpa kendala.
Jadi, jika Anda berencana membeli tanah atau bangunan, jangan lupa untuk mempersiapkan dana tambahan terkait pungutan pajak ini. Dengan begitu, Anda tidak hanya mematuhi aturan hukum, tetapi juga turut berkontribusi pada pembangunan daerah tempat Anda tinggal.
Catatan: Pastikan untuk selalu memeriksa regulasi terbaru di daerah Anda, karena kebijakan BPHTB dapat berubah sewaktu-waktu sesuai dengan peraturan daerah.