Dalam dunia properti, khususnya saat mengajukan Kredit Pemilikan Rumah (KPR), ada dua dokumen penting yang mungkin belum terlalu dikenal oleh masyarakat umum:
Meski tidak sefamiliar Akta Jual Beli (AJB) atau Sertifikat Hak Milik (SHM), kedua dokumen ini memainkan peran vital dalam proses pengajuan KPR. Agar lebih memahami secara komprehensif, mari kita telusuri lebih dalam tentang APHT dan SKMHT serta signifikansinya dalam transaksi properti.
Kependekan dari Akta Pemberian Hak Tanggungan, APHT adalah sebuah dokumen legal yang memberikan hak kepada kreditur (dalam hal ini bank) untuk meletakkan hipotek atas properti yang dijadikan jaminan utang. Dokumen ini berfungsi sebagai pelindung bagi pihak bank, memastikan bahwa mereka memiliki hak atas properti tersebut jika debitur gagal melunasi pinjamannya.
Contoh dokumen Akta Pemberian Hak Tanggungan, via google
Beberapa poin penting tentang APHT:
Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan atau disingkat SKMHT adalah dokumen yang memberikan kuasa dari pemberi hak tanggungan (debitur) kepada penerimanya (kreditur). Dokumen ini sangat penting, terutama dalam situasi di mana sertifikat tanah masih atas nama pengembang (developer).
Contoh Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan, via Scribd
Beberapa hal yang perlu diketahui tentang SKMHT:
Meskipun terlihat selalu berdampingan, kedua dokumen ini memiliki beberapa perbedaan mendasar dalam aspek fungsi, pembuat, proses pendaftaran, hingga jangka waktunya. Penjelasan detailnya adalah sebagai berikut:
Dalam proses KPR, SKMHT biasanya dibuat terlebih dahulu, kemudian diikuti oleh APHT. Sebelum menandatangani APHT, pastikan transaksi jual beli telah selesai dan AJB sudah ditandatangani.
Biaya pembuatan APHT meliputi:
Perlu diingat bahwa biaya APHT dapat bervariasi tergantung dari notaris dan wilayah objek yang ditanggungkan. Namun besarannya berkisar antara 0,25 persen hingga 1,25 persen dari nilai kredit. Pembayarannya bisa dilakukan oleh penjual atau pembeli, tergantung kesepakatan.
APHT dan SKMHT adalah dua dokumen yang sangat penting dalam hukum jaminan di Indonesia. Keduanya memiliki peran dan karakteristik berbeda namun tetap saling melengkapi dalam proses pemberian Hak Tanggungan. Pemahaman yang baik tentang kedua instrumen ini sangat berguna bagi para praktisi hukum, pelaku bisnis, dan masyarakat umum ketika ingin melakukan transaksi yang melibatkan jaminan atas tanah dan bangunan.