APHT dan SKMHT - Dokumen Penting Dalam Proses KPR

Loading image...
Oleh Surabaya Prop September 01, 2024
Terakhir Diperbarui: September 01, 2024

Dalam dunia properti, khususnya saat mengajukan Kredit Pemilikan Rumah (KPR), ada dua dokumen penting yang mungkin belum terlalu dikenal oleh masyarakat umum:

  1. Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) 
  2. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT). 

Meski tidak sefamiliar Akta Jual Beli (AJB) atau Sertifikat Hak Milik (SHM), kedua dokumen ini memainkan peran vital dalam proses pengajuan KPR. Agar lebih memahami secara komprehensif, mari kita telusuri lebih dalam tentang APHT dan SKMHT serta signifikansinya dalam transaksi properti.

Mengenal APHT: Penjamin Kepentingan Kreditur

Kependekan dari Akta Pemberian Hak Tanggungan, APHT adalah sebuah dokumen legal yang memberikan hak kepada kreditur (dalam hal ini bank) untuk meletakkan hipotek atas properti yang dijadikan jaminan utang. Dokumen ini berfungsi sebagai pelindung bagi pihak bank, memastikan bahwa mereka memiliki hak atas properti tersebut jika debitur gagal melunasi pinjamannya.

contoh dokumen APHT

Contoh dokumen Akta Pemberian Hak Tanggungan, via google

Beberapa poin penting tentang APHT:

  • Dokumen ini fokus pada pengaturan hak tanggungan, berbeda dari surat perjanjian kredit atau pengakuan hutang yang berisi detail tentang pinjaman (jumlah, bunga, biaya).
  • Dokumen ini harus memuat identitas para pihak, data perjanjian pokok yang dijamin, uraian mengenai objek Hak Tanggungan, nilai tanggungan, dan janji-janji yang disepakati.
  • Dokumen ini menjadi dasar bagi bank untuk mengambil alih properti jika peminjam tidak mampu melunasi utangnya.
  • Setelah didaftarkan, Kantor Pertanahan akan menerbitkan Sertifikat Hak Tanggungan sebagai bukti adanya Hak Tanggungan.

SKMHT: Jembatan Menuju APHT

Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan atau disingkat SKMHT adalah dokumen yang memberikan kuasa dari pemberi hak tanggungan (debitur) kepada penerimanya (kreditur). Dokumen ini sangat penting, terutama dalam situasi di mana sertifikat tanah masih atas nama pengembang (developer).

contoh dokumen SKMHT

Contoh Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan, via Scribd

Beberapa hal yang perlu diketahui tentang SKMHT:

  1. Digunakan ketika ada jeda waktu di mana tanah jaminan belum bisa dibebani APHT karena sertifikat masih atas nama developer.
  2. Dokumen ini harus spesifik, hanya memberikan kuasa terkait pembebanan hak tanggungan, tanpa mencakup tindakan hukum lainnya.
  3. SKMHT harus mencantumkan objek tanggungan secara jelas, termasuk jumlah pinjaman dan identitas pihak-pihak terkait.
  4. Dokumen ini memiliki jangka waktu berlaku yang terbatas (1 bulan jika hak atas tanah sudah terdaftar dan 3 bulan jika belum terdaftar). Apabila dalam jangka waktu tersebut SKMHT tidak diikuti dengan pembuatan APHT, maka SKMHT menjadi batal demi hukum.
  5. SKMHT tidak dapat ditarik kembali dan tidak berakhir karena sebab apapun, kecuali karena telah dilaksanakan atau karena telah habis jangka waktunya.

Perbedaan Utama APHT dan SKMHT

Meskipun terlihat selalu berdampingan, kedua dokumen ini memiliki beberapa perbedaan mendasar dalam aspek fungsi, pembuat, proses pendaftaran, hingga jangka waktunya. Penjelasan detailnya adalah sebagai berikut:

  1. Fungsi: APHT berfungsi sebagai dokumen jaminan dari debitur agar bisa melunasi hutangnya terhadap kreditur. Sedangkan SKMHT hanya berupa surat kuasa, di mana kreditur bisa membebankan hak tanggungannya kepada peminjam.
  2. Pembuat: APHT dibuat oleh PPAT, sementara SKMHT dapat dibuat oleh Notaris atau PPAT.
  3. Jangka waktu: APHT tidak memiliki batasan waktu, sedangkan SKMHT memiliki jangka waktu tertentu.
  4. Pendaftaran: APHT wajib didaftarkan ke Kantor Pertanahan, sementara SKMHT tidak perlu didaftarkan.

Proses dan Biaya

Dalam proses KPR, SKMHT biasanya dibuat terlebih dahulu, kemudian diikuti oleh APHT. Sebelum menandatangani APHT, pastikan transaksi jual beli telah selesai dan AJB sudah ditandatangani.

Biaya pembuatan APHT meliputi:

  • Cek sertifikat: sekitar Rp100.000.
  • Validasi pajak: sekitar Rp200.000.
  • Biaya SK: sekitar Rp1.000.000.
  • AJB (Akta Jual Beli): sekitar Rp2.400.000.
  • BBN (Bea Balik Nama): sekitar Rp750.000.

Perlu diingat bahwa biaya APHT dapat bervariasi tergantung dari notaris dan wilayah objek yang ditanggungkan. Namun besarannya berkisar antara 0,25 persen hingga 1,25 persen dari nilai kredit. Pembayarannya bisa dilakukan oleh penjual atau pembeli, tergantung kesepakatan.

Penutup

APHT dan SKMHT adalah dua dokumen yang sangat penting dalam hukum jaminan di Indonesia. Keduanya memiliki peran dan karakteristik berbeda namun tetap saling melengkapi dalam proses pemberian Hak Tanggungan. Pemahaman yang baik tentang kedua instrumen ini sangat berguna bagi para praktisi hukum, pelaku bisnis, dan masyarakat umum ketika ingin melakukan transaksi yang melibatkan jaminan atas tanah dan bangunan.